Ingin Menjadi Travel Writer? Perhatikan 10 Hal Ini
Saya tak pernah membayangkan akan menjadi seorang penulis kisah perjalanan sebelumnya. Saya suka bercerita, namun saya tak terlalu bagus dalam merangkai cerita dalam tulisan.
Saya seorang pecinta perjalanan. Dulu saya tak pernah tahu bahwa payung-payung cantik yang tergantung di pohon mangga halaman Lawang Sewu dapat disusun menjadi sebuah cerita. Obrolan dengan teman seperjalanan di dalam kapal saat menuju Karimun Jawa dapat menginspirasi orang lain. Tidak, sebelum saya mengetahuinya dari salah seorang penulis favorit saya, Windy Ariestanty.
Seseorang berkata, menjadi ahli dalam 1 bidang membutuhkan bakat tertentu, kamu bisa saja sangat menyukai suatu bidang, namun mungkin tak akan pernah bisa mengungguli seorang yang berbakat di bidang tersebut.
Bagi saya itu semua omong kosong.
Paling penting adalah usaha untuk memulai. Mengalahkan seorang yang berbakat adalah hal mudah, caranya adalah mencoba lebih banyak dari mereka. Ada beberapa hal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang penulis perjalanan;
Sebuah semangat untuk menjadi seorang "pencerita"
1. Menjelajahi tempat baru yang tak pernah orang lain temukan sebelumnya
Tak harus hutan belantara di pelosok sana, gang kecil di sudut kota pun dapat menjadi sebuah kisah menarik untuk diceritakan.Mengamati hal-hal unik yang tak saya dapatkan di tempat lain. Saya tak mencoba membuat rumit perjalanan, hanya saja terkadang banyak hal kecil yang saya lewatkan di suatu tempat dan saya menyesalinya saat dalam perjalanan pulang.
2. Hotel bintang 5 atau tenda di tengah hutan bukan masalah
Dimanapun tempat untuk mengistirahatkan badan bukan sebuah persoalan besar. Semua nampak menarik.
Saya terus mencoba batas diri saya dan terus mencoba sesuatu yang tak pernah saya lakukan sebelumnya, seperti mencoba menantang diri dengan paragliding ataupun memakan bulu babi.
3. 'Ngana ana mana?'
Pertanyaan dari orang Ternate yang saya temui di kapal menuju Lombok yang berarti "kamu berasal dari mana?". Dia selalu mengenakan topi baseball. Intonasi bicaranya tinggi seperti orang marah, namun sangat ramah. Saya diberinya 2 bungkus besar roti.
'Saya ada banyak, untuk kau saja,' ujarnya sembari tertawa.
Salah satu favorit saya saat melakukan perjalanan, mengenal orang-orang baru dengan berbagai latar belakang. Saya suka mendengar tips perjalanan mereka, mendengar kisah tentang keluarga mereka, bertemu dengan teman mereka dan tentu saja, berfoto bersama mereka. Orang baru selalu memberi warna beda di tiap perjalanan.
4. Menentukan sendiri kemana kaki akan melangkah
Bepergian seorang diri membuat saya menjadi lebih peka pada lingkungan sekitar, bisa mendengar dan mengamati lebih banyak. Saya tak akan pernah tahu jika ternyata pedestrian di Jalan Parangtritis Jogja dibuat dengan bahan khusus jika saat itu tak menginjaknya sendiri saat berjalan kaki berkeliling Jogja.
Tak terpaku pada jadwal dari agen tur atau harus berpatokan pada teman seperjalanan, saya sendiri yang menentukan akan kemana melangkahkan kaki.
5. Berlaku layaknya detektif
Seorang detektif, selalu memperhatikan hal kecil. Hal yang tak nampak bagi orang kebanyakan. Begitupun seorang penulis perjalanan. Menurut Windy Ariestanty, sebuah tempat tak pernah benar-benar baru, pandangan seseorang tentang tempat tersebutlah yang selalu baru.
Papan nama sebuah warung makan yang tersusun dari bambu-bambu kecil yang disusun horisontal di Cirebon bagi saya menarik, belum tentu bagi orang lain.
Meski berada dalam satu tempat yang sama, 2 orang penulis kisah perjalanan bisa saja akan menulis hal yang sangat berbeda tentang tempat tersebut
6. Bukan seorang "pengekor"
Penulis kisah perjalanan selalu memiliki hal berbeda untuk disampaikan tentang suatu perjalanan atau destinasi yang dikunjungi. Saya bukan seorang humas dinas pariwisata setempat yang harus menyampaikan kelebihan suatu destinasi.
Mengamati dan mendengar lebih banyak tak cukup. Hal yang saya lakukan adalah melakukan riset. Setelah membaca artikel tentang suatu tempat, mendengarnya dari orang lain, mengamati sendiri, selanjutnya adalah cek kebenaran.
Saya mempunyai cerita saya sendiri tentang suatu tempat.
7. Tanamkan dalam pikiran, ilmu datang darimana saja
Selalu ada langit di atas langit. Saya selalu membaca tulisan-tulisan pelajaran dari banyak penulis seperti Trinity, Windy Ariestanty, Agustinus Wibowo, serta banyak tulisan di Matador Network ataupun Wanderlust. Tulisan mereka memiliki sesuatu yang menggugah, membuat pembaca seperti tersedot dalam petualangan mereka.
Bukan hanya mengagumi, saya selalu mempelajari cara mereka bercerita. Menyampaikan informasi tanpa menggurui.
Pola pikir profesional
8. Kemampuan menjual diri
Sebuah kisah perjananan dapat menjadi bekal untuk melakukan perjalanan berikutnya. Sebuah pola pikir yang coba saya pahami saat awal menulis kisah perjalanan.
Penulis kisah perjalanan tahu apa kelebihan tulisannya, tahu bagaimana membuat sebuah kisah yang menarik untuk dibaca banyak orang serta paham bagaimana cara menjual kemampuannya. Sebuah tulisan tentang perjalanan atau tempat selalu dibutuhkan banyak orang. Hal tersebut bernilai mahal.
9. Kemampuan manajemen waktu
Terlihat mudah, namun cukup sulit dilakukan. Untuk membuat suatu tulisan yang ringan dibaca dan tak membuat dahi berkerut, saya butuh meluangkan waktu tersendiri untuk menulis. Bukan sebuah hal yang dapat dilakukan bersamaan dengan aktivitas lain.
Selain batas waktu dari editor, saya selalu menentukan batas waktu menulis untuk diri saya sendiri. Hal ini penting, sekali menunda tulisan, akan muncul penundaan-penundaan yang lain.
10. Kemampuan menjadi seorang yang tanggap dan menjadi kreatif
Saya sering mendengar seorang berkata,"saya bukan orang yang kreatif". Kreatif bukanlah bakat. Kreatif dan kemampuan berpikir out of the box adalah suatu kebiasaan hasil dari latihan. Kemampuan yang diperolehkarena tak pernah lelah mencoba hal baru.
Saat editor berkata tulisan perjalanan saya tak cukup bagus, saya harus cepat tanggap dan mencoba melihatnya dari sudut pandang berbeda. Selalu mencoba topik unik yang tak terpikirkan orang kebanyakan, dan terus menulis.