5 Gereja-Gereja Indah yang Ada di Indonesia
Saya meraih handphone ku seketika saat nada dering whatsapp messengerku berbunyi. Memang ada satu pesan dari seseorang yang sudah saya nantikan. Kristyn, teman sekamarku, sudah tiga hari ia pergi untuk melakuakn traveling menjelajah gereja di penjuru Indonesia. Ia mengaku bahwa ini adalah kali pertamanya ia dan keluarganya menjelajah beberapa gereja legendaris di Indonesia.
Kubaca karakter demi karakter pesan darinya yang ada di handphoneku, sambil berpikir, apakah yang ada dibenaknya? Kuambil note bookku beserta pena nya, seketika saya berpikir untuk merangkum apa yang dilakukan sahabatku yang di luar sana, saya hanya ingin berimajinasi, seolah berada di sisinya dan melakukan perjalanan yang sama.
kubaca dengan seksama pesan-pesan darinya, semakin panjang semakin menarik perhatianku. Saya baru tahu kalau di Indonesia juga memiliki wisata religi bagi kaum kristiani yang begitu indah, baik dari segi arsitekturnya maupun sejarah dan budayanya, inilah kumpulan gereja yang di ceritakan langsung oleh Kristyn.
1. Candi Mandala Hati Kudus
Hatiku benar-benar tentram kawan, ketika membasuhkan wajah dengan air pancuran yang ada di pelataran tempat ini, terlebih seorang kakak tua memberiku sekendi air yang katanya diambil dari mata air Perwitasari yang sumbernya tak jauh dari candi. Kebanyakan yang datang berziarah ke gereja dengan nuansa candi-candi dan joglo khas Jawa ini bergerombol, paling tidak bersama keluarga kecil.
Mereka semua sangat khusyuk dalam berdoa, sama seperti yang biasa kamu lakukan setiap hari sebelum kamu beribadah, mereka membasuh dan membersihkan diri dengan aliran air dan berdoa di depan patung Yesus. Tak hanya berdoa, di sini aku juga mendapati beberapa yang bukan beragama sepertiku, di sini heterogen, itulah salah satu keindahannya, toleransi.
2. Gereja Merah, Kediri
Gereja ini memang tidak semegah Katedral, Jakarta atau sefenomenal gereja Blendug, Semarang. Pasalnya, ketika aku menaiki sebuah angkutan menyeberangi Sungai Brantas dan bertanya tentang gereja Merah, sang supir agaknya sedikit kebingungan, untunglah seorang ibu menjelaskan kepada sang supir dan akhirnya saya diantarkan menuju tujuan. Sebenarnya, gereja ini bernama resmi Gereja Protestan Indonsia Barat (GPIB) Immanuel, sedangkan gereja Merah hanyalah sebutan arbiter masyarakat setempat.
Aku senang sekali ketika aku ke sana diajak masuk menelusuri gereja, bahkan ditemani oleh Koster Lorens Hendrik. Nuansa Belanda sangat pekat di sini, semua masih perawan peninggalan pemerintah Belanda pada masanya, hanya dinding yang di cat ulang dan kaca patri sudah diganti dengan kaca patri baru, namun masih tetap sama.
Keunikan dari gereja ini adalah terdapatnya sebuah Injil kuno berbahasa Belanda bertuliskan tahun 1867, di dalam injil ini juga terjadap sebuah peta, sepertinya proses perkembangang agama Kristen, pantas saja bangunan ini sudah diteteapkan menjadi bangunan cagar budaya sejak tahub 2005.
3. Maria Annai Valengkani, Medan
Mungkin kamu mengira aku dan keluargaku beralih berwisata ke kuil atau vihara, jika kamu mengira demikian , kamu pasti sudah terkecoh. Kami sedang berada di sebuah gereja di kota kelahiran ibuku, Medan. Keunikan gereja ini adalah arsitektur yang menganut sistem akulturasi, Indo-Mogul. Ternyarta aku telah kalah start, sudah banyak sekali wisatawan asing dari berbagai mancanegara yang berlalu-lalang di sini, ada yang berdoa dan adapula yang sekedar berfoto. Saya yang baru mengetahui keberadaan gereja ini seperti merasa menjadi tamu di negeri sendiri, malu lah aku.
4. Katedral, Manado
Aku begitu takjub, Ri, begitu melihat keindahan gereja yang konon katanya menjadi nominasi gereja termegah di tanah Indonesia bagian Timur. Kemegahan terpancar ketika aku memperhatikan arsitektur bangunan ini yang eklektik alias juga campuran dari 3 gaya arsitektur, yaitu Byzantium, Romanesque, & Gotik. Tidak perlu berwisata religi ke Roma, karena ciri Khas gereja ini adalah kubah yang sangat mirip dengan bangunan gereja-gereja di Roma.
5. Gereja Santa Maria De Fatima
Rasanya tak lengkap bila perjalanan aku dan keluargaku tidak menjamah ibu kota, Ayahku yang seorang keturunan Tionghoa membawaku kembali ke abad 19. Gereja Santa Maria De Fatima adalah singhan kami sebelum kami kembali pulang ke Semarang. Aku juga digiring ke dalam dua kebudayaan yang sangat berbeda, setelah berbincang dengan penjaga kebersihan di area gereja, ternyata selain menjadi bangunan gereja tertua di Jakarta, gereja ini juga menjadi satu-satunya gereja katolik yang berarsitektur Tionghoa.
Nuansa Tionghoa lengkap dengan warna merah dan emas yang mendominasi eksterior gedung serta adanya patung singa yang biasa terdapat di kelenteng-kelenteng. Kebetulan sekali hari ini adalah hari khusus misa dengan bahasa Mandarin, ternyata gereja ini memiliki tradisi berbahasa Mandarin setiap hari Minggu.
Inilah catatan yang saya tulis dari perjalanan sahabat sekaligus partner traveling saya, ia tahu benar cara menikmati liburan Natal yang berbeda dari yang lain. Tidak hanya wisata religi yang ia dapatkan, melainkan menapaki budaya dan sejarah di setiap daerah.