Coba Sesekali Jadikanlah Orang Tua Sebagai Travelmate
Kurebahkan tubuh di kasur lembut yang menggodaku untuk tidur sejenak. Suasana sejuk kamar terbuka dengan tumbuhan-tumbuhan tropis dan suara burung-burung membuat mataku semakin berat. Rasa lelah memang telah menguasai tubuhku sesampainya di penginapan berbentuk rumah adat tradisional Bali.
Liburan sekolah kali ini kumanfaatkan untuk menikmati quality time bersama dengan orang yang spesial. Bukan sahabat atau pacar yang saya maksud, tapi wanita berkepala lima yang sudah 22 tahun merawatku.
Terinspirasi dengan film favorit ibuku, Eat Pray Love, saya berinisiatif mengajaknya berpetualang menikmati ketenangan seperti halnya jejak Elizabeth di tanah Ubud, Bali. Sudah lama ibu ingin menginjakkan kakinya di tanah yang kaya akan budaya dan spiritual ini. Ia seakan tak mau kalah dengan Elizabeth. Sebagai masyarakat lokal, kita tidak boleh jadi tamu di negeri sendiri, begitulah kata ibuku.
Dari tanah Ubud ini, saya pikir ini adalah kesempatan tepat untuk memanjakan ibu saya seperti Elizabeth yang memanjakan diri dengan sentuhan spiritual dari Ketut.
“Ayo, mumpung di sini kita jalan-jalan dulu ke monkey forest, sayang kalau jauh-jauh cuma tidur”, ucap ibuku.
Rupanya semangat traveling ibuku masih terjaga hingga usia sekarang. Maklum, dulu ibu dan ayahku juga seorang traveler. Melihat semangatnya, saya jadi merasa malu sendiri, memang benar adanya, umur tidak bisa menjadi patokan terhadap passion.
Mungkin di antara kalian ada yang heran dengan perjalananku kali ini. Tidak seperti layaknya anak muda lain yang asyik melakukan perjalanan dengan teman sebaya maupun komunitasnya. Sebenarnya, saya pun begitu. Saya selalu melakukan perjalanan dengan teman seumuran seperti kalian, tapi tidak untuk liburan kali ini.
Sadar atau tidak sadar, orang tua lah yang mengenalkan kita apa itu traveling pertama kali
Masih jelas terekam di memoriku, saat ayah dan ibuku mengajakku pergi ke berbagai destinasi sewaktu kecil. Dari situ saya kenal Jogja sebagai kota pelajar, saya jadi tahu berbagai wisata desa adat di Bali dan saya tahu indahnya sunset di Pangandaran.
Seiring berjalannya waktu ke waktu, kami semakin bertambah sibuk dengan rutinitas masing-masing. Saya pun menyadari waktu untuk berkumpul dan berlibur menjadi hal langka bagi kami. Terlebih, ketika saya resmi menjadi anak rantau semenjak duduk dibangku perkuliahan. Alhasil, intensitas bertemu dengan ibu semakin jarang pula.
Selama ibu sehat, saya pikir inilah waktu yang tepat untuk berpetualang bersamanya. Kapan lagi menghabiskan waktu liburan dengan berpetualang bersama. Ada berbagai alasan di benak saya mengapa sesekali kita harus menjadikan orang tua sebagai teman perjalanan.
1. Travelmate yang Anti-Mainstream
Traveling yang anti-mainstream tidak hanya berbicara soal destinasi baru dan cara baru untuk menuju destinasi tersebut. Partner yang tidak biasa bisa menambah warna petualangan.
Pacar dan teman adalah travelmate yang sudah sangat mainstream. Apabila biasanya saya terbiasa bergerak cepat, lari kesana-kesini untuk mengejar angkutan, dan berdesak-desakan, sekarang dengan travelmate seorang ibu, otomatis kebiasaan itu akan dihilangkan pula. Kami lebih santai dalam menikmati pemandangan hutan dan ratusan kera di Monkey Forest, melakukan yoga di sanggar milik salah satu warga di Ubud, dan berkeliling melihat-lihat pura bersejarah dengan sepeda ontel sewaan.
2. Membangun Pola Pikir Berbeda
Selama perjalanan selalu ada masalah tak terduga, sebuah keputusan pasti diperlukan untuk mengatasinya. Perjalanan bersama ibu mungkin dapat membuat pola pikir kita lebih bijak dan dewasa. Ada ungkapan yang mengatakan “apabila kamu berteman dengan penjual parfum, maka kamu akan tertular wanginya”.
Hal serupa bisa saja terjadi ketika bepergian bersama orang tua. Tentunya akan banyak nasihat-nasihat dan pelajaran berharga yang diberikan selama perjalanan, terlebih orang tua adalah ladangnya asam garam pengalaman.
3. Manfaatkan Waktu Selagi Fisik Kuat
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi satu bulan, satu tahun, dan lima tahun yang akan datang. Mumpung fisik masih kuat dan belum terlampau jauh dengan kesibukan-kesibukan lain, atau sebelum kamu membangun sebuah keluarga yang pastinya akan menambah kesibukan baru, maka sekaranglah saat yang tepat untukmu dan orang tuamu berlibur dan menikmati quality time secara maksimal.
4. Traveling Bisa Membangun Chemistry Kembali Antara Orang Tua dan Anak
Tidak sehangat dan secair ketika masih kecil. Itulah yang saya rasakan. Mungkin beberapa di antara kalian juga merasakan hal yang sama.
Saat masih kecil kalian sangat dekat, tapi seiring berjalannya waktu yang dipisahkan jarak tempat tinggal, kesibukan, dan privasi menjadikanmu sedikit renggang dengan orang tuamu.
Oleh karena itu, saya memanfaatkan momen seperti ini untuk meningkatkan chemistry atau ikatan antara ibu dan anak. Sembari bersepeda di pematang sawah dan mengitari bangunan pura di Ubud, banyak pembicaraan yang memancing saya untuk lebih terbuka dengan ibu. Hubungan antara ibu dan anak seakan hilang, yang ada hanyalah hubungan seperti layaknya teman dekat.
5. Kamu Akan Tahu, Seberapa Mudanya Mereka
Saya sangat tak menyangka ketika ibu saya secara spontan mengajak untuk menjajal arung jeram di sungai Ayung. Sempat ragu, tapi begitulah ibuku, wahana tersebut benar-benar ditaklukannya. Satu lagi sesuatu yang baru saya tahu, mungkin ibu saya adalah wanita dengan jiwa muda yang terjebak dalam tubuh setengah abad.
***
Percayalah, ketika kamu bertualang dengan orang tuamu, akan banyak hal-hal mencengangkan yang menunjukan sisi mudanya. Bersiaplah minder dengan semangatnya yang mungkin saja melebihi usia kita. Satu lagi yang saya sadari, melakukan perjalanan dengan orang tua tidak kalah menyenangkannya dibandingkan dengan teman sebaya.
Bahagia itu sederhana, sesederhana ketika kita melihat orang tua kita tertawa lebar dan mereka masih ada di samping kita saat berpetualang