Berdasar Penelitian, Orang yang Hobi Traveling Ternyata Memiliki Gen Khusus
Tak semua orang "berbakat" menjadi traveler. Berdasar penelitian, perasaan untuk terus mencari sebuah tempat baru untuk dikunjungi, dorongan untuk terus melangkah, ataupun perasaan gelisah karena lama tak bepergian juga dipengaruhi oleh gen.
saya menyebut "berbakat" karena tak semua orang memiliki gen tersebut. Sebuah gen bernama DRD4-7R, gen neurotransmitter dopamin . Tak semua orang memiliki gen tersebut, sebuah gen yang membuat seseorang selalu ingin mencoba hal baru, haus akan tantangan dan juga tak bisa 'menerima' jika ada hal yang 'jalan di tempat'.
Hal-hal ini hanya mereka yang memiliki gen tersebut yang dapat memahaminya.
1. Terus mencari tempat-tempat baru untuk dikunjungi
Seorang teman baru saja pulang dari Singapura, setelah sebelumnya dia berenang bersama puluhan hiu di Pulau Menjangan Besar Karimunjawa. Sekarang, dia sedang membuat itenerary ke Pulau Komodo.
Dia bukan orang kaya, saya tahu persis bagaimana perjuangannya menabung, menahan hasrat belanja -dia wanita,tak semua wanita sanggup menahan hasrat itu, semua hanya demi ke tempat-tempat baru.
Orang bilang dia kurang kerjaan. Mereka hanya tak paham, dan bisa saya pastikan orang-orang yang heran dengan kelakukan teman saya tersebut mungkin tak memiliki gen DRD4 - 7R. Hasrat untuk terus bepergian adalah suatu yang kadang tak tertahan.
2. Begadang hingga kantung mata menebal demi tiket promo
'Ngapain berlebihan seperti itu, tinggal tambah beberapa rupiah saja, pakai harga normal, bisa langsung pergi.'
Malam itu, seorang teman tiba-tiba mengirimi sebuah email promo "free seat" penerbangan ke KL, Malaysia dari sebuah maskapai yang terkenal dengan berbagai promonya.
Saya yang berencana tidur cepat karena keesokan paginya ada sebuah rapat penting dikantor memilih tetap bertahan demi "free seat". Hingga jam yang ditentukan baik saya atau dia akhirnya gagal mendapat "free seat" tersebut. Dia mencoba menghibur diri dengan berkata bahwa peluang mendapat "free seat" adalah 1 : 1000.
Tetap saja saya sangat kecewa. Bukan masalah harga, jika hanya tentang harga saya bisa menabung sedikit lebih lama agar bisa membeli tiket harga normal. Lebih dari itu, ini adalah tentang kepuasan. Berhasil efisiensi bujet adalah sebuah prestasi tersendiri bagi seorang traveler.
3. "Lebih baik uangmu digunakan untuk hal yang lebih berguna"
Kalimat yang cukup sering saya dapatkan.
'Mending kamu nabung untuk beli mobil, rumah, atau hal-hal lain yang lebih berguna.'
Mungkin kami berbeda gen, saya jelaskan pun hanya akan memunculkan perdebatan. Hal yang saya tahu, traveling adalah hal yang saya bayar mahal untuk melakukannya dan justru menjadikan saya seorang yang lebih "kaya".
Karena itu, pertanyaan-pertanyaan nyinyir dari orang sekitar akan lebih bijak jika tak dimasukan ke hati. Mereka hanya tak berbakat menjadi traveler.
4. Menjadi pusat perhatian
Di negeri ini, seorang traveler masih menjadi hal yang "belum biasa". Di beberapa kalangan, traveling memang telah menjadi gaya hidup, tapi tidak untuk masyarakat kebanyakan.
Di sebuah gang kecil penuh coretan tembok di Banyuwangi, beberapa anak kecil berlarian dibelakang saya saat saya menenteng sebuah kamera, mengenakan topi dan jaket safari. Beberapa warga yang sedang duduk-duduk berkumpul didepan memandang dengan tatapan aneh. Bukan tatapan jahat tentu, mungkin hanya "belum terbiasa".
5. Memilih hal merepotkan
Diperjalanan menuju Banyuwangi di dalam kereta, saya duduk di depan seorang pemuda dengan headset putih menancap di telinga.
Kami berkenalan dan mengobrol banyak. Dia adalah seorang Lombok yan kuliah di Jogja. Saat saya tanya mengapa tak naik pesawat dan justru memilih naik kereta yan melelahkan, dia menjawab,'Naik pesawat tak pernah menyenangkan. Beberapa kali saya naik pesawat saat pulang ke Lombok, tapi membosankan. Di kereta saya mendapat teman baru, mengobrol berbagai macam hal yang tak pernah saya obrolkan sebelumnya. Memang melelahkan dan merepotkan, tapi saya suka.'
Oran-orang tanpa gen DRD4-7R tentu menganggap hal yang dilakukan pemuda itu hal yang aneh. Saya bisa paham alasannya, kadang pengalaman dalam sebuah perjalanan jauh lebih penting dari apapun.