Jangan Sebut Pantai Thailand di Simeulue Ini Surga Tersembunyi!
Kami melaju keluar gerbang Desa Labuhan Bakti, Kecamatan Teupah Selatan, Siemeulue. Melintasi jalur tanah kering bekas dilalui truk di antara pepohonan kelapa, baik yang masih tumbuh maupun berupa log kayu yang sudah membusuk.
Kawanan monyet melompat-lompat dari semak-semak, sebagian lagi menyaksikan kami dari rerumputan hijau. Sesekali terdengar kicau burung. Tak ada manusia. Aqil terus meliuk-liukkan mobil di atas rerumputah hijau, bagai berkendara di lapangan golf.
Sebuah selat mulai terlihat. Dia pun menghentikan mobil di ujung daratan. Turun dari mobil, saya bagai terlempar ke tempat yang sangat asing, seperti bukan di bumi Aceh.
“Di ujung sana itu Pulau Batu Berlayar.”
Aqil menunjuk bentangan Pulau Batu Berlayar di hadapan kami yang ditumbuhi pepohonan lebat. Di seberang pulau itu, katanya, ada satu gugusan batu yang seperti terapung, spotnya pemancing mania.
“Pulau itu lokasi favorit bagi turis asing untuk berselancar dengan ombak kirinya,” kata dia yang sering memandu wisatawan mancanegara.
Permukaan selat hijau. Di beberapa sisi memancarkan warna cokelat-kehitaman yang berasal dari terumbu karang di bawah permukaan air. Ke sanalah, dua kawan perjalanan saya yang lain akan menyelam. Sengaja mereka bawa peralatannya setelah diberitahu Aqil sebelumnya.
Baca juga, 10 Pantai Terindah Aceh yang Harus Kamu Kunjungi Setidaknya Sekali Seumur Hidup!
Di kanan, saya melihat pantai kecil yang melengkung, dikelilingi pepohonan yang tak saya tahu namanya. Hijau toska menutupi permukaan air pantai. Berkilauan oleh sinar matahari. Dan terdapat belang di beberapa titik.
Itulah Pantai Thailand.
Saya lekas bergerak ke sana. Menjejakkan pasir pantai dipenuhi karang. Menyentuhkan kaki ke air yang dangkal. Terlihat nelayan memancing dari atas robin—sebutan masyarakat Simeulue untuk boat nelayan—tak begitu jauh dari pantai.
Bekas Camp Thailand
Selat dan Pantai Thailand ini menjadi dermaga bagi pengangkut kayu asal Thailand pada kurun 1999-2003, kata beberapa warga Simeulue saat saya singgah untuk makan siang di Desa Labuhan Bakti; diiyakan Aqil yang putra asli Simeulue.
Pada masa itu, para pekerja membangun beberapa camp di sekitar selat sebagai tempat tinggal sementara. Kemudian warga menyebutnya “Camp Thailand”. Para Thai itu mengambil kayu-kayu log untuk diangkut ke negaranya dengan kapal tongkang melalui laut.
Namun sebelum tsunami 2004, mereka bubar akibat suatu masalah. Tak seorang pun tinggal. Hanya menyisakan log-log pohon kelapa, seperti yang kami lihat pada perjalanan di bulan April lalu.
Ternyata, sebelum didatangi warga Thailand, Aqil lebih dulu menyambangi tempat itu.
“Saya sering ke sini antara tahun 1996 hingga 1998, bawa bule untuk surfing di Pulau Batu Berlayar. Saat orang Thailand itu belum ada,” ceritanya kemudian.
Pantai yang saya sebut “Pantai Thailand” itu menurutnya bernama ‘Olol Umang’. Diambil dari bahasa devayan, salah satu bahasa lokal Simeulue. ‘Olol’ (huruf ‘o’ diucap seperti melafal ‘foto’ bukan seperti mengucap ‘tolol’) berarti tepian yang bisa ditambati perahu, sementara ‘umang’ sejenis bekicot yang biasa hidup di semak-semak tepi pantai.
Tak ada lagi Surga Tersembunyi
Saya keberatan menyebut area ini sebagai “Surga Tersembunyi”. Sebab semakin jauh berjalan, takutnya, semakin banyak saya jumpai surga tersembunyi—yang bisa jadi sudah lebih dulu didatangi orang lain, atau, kemudian dirusak orang lain.
Ya, saya hanya tak ingin rusak karena disebut sebagai surga tersembunyi.
Tetapi saya belum temukan sinonim untuk menggambarkan bekas Camp Thailand itu yang keasrian dan keindahannya memang terlihat sebagai “surga tersembunyi”.
Saya hanya bisa memandang langit biru cerah, pepohonan, laut, dan pantai yang jernih. Mendengar kicau burung dan deru ombak. Berbaring di rumput dan menutup mata sejenak.
Baca juga, Lingkok Kuwieng, keindahan ngarai unik di Aceh yang cocok sebagai tempat kontemplasi
Apa saja yang bisa dilakukan di Pantai Thailand?
Snorkeling. Permukaan airnya jernih dan tenang membuat selat di halaman area Camp Thailand tampak seperti danau. Di kedalaman 2 – 3 meter, Rinaldi, kawan saya melihat terumbu karang yang masih asri, seperti spoon coral, soft coral, dan table coral. Pun beberapa jenis ikan karang.
Free Dive. Air di selat itu juga selalu tenang, sebab dikelilingi pulau dan daratan. “Selat yang menyerupai rawa-rawa ini juga cocok untuk menikmati atraksi free dive,” jelas Rinaldi, diver profesional Aceh itu.
Piknik. Area yang luas seperti lapangan golf, membuat bekas Camp Thailand layak dijadikan lokasi piknik atau rekreasi bersama keluarga. Anak-anak bisa saja mandi di lengkungan indah Pantai Thailand yang kecil itu. Dari permukaan air, saya melihat ikan-ikan karang kecil dari balik karang di bibir pantai, jika tak mau snorkeling.
Camping. Spot ini pun bagus untuk lokasi berkemah. Jika bulan terang, pasti dapat bermalam bersama kawan-kawan di alam terbuka, dengan suara ombak yang lembut dan kicau burung. Ditambah, aktivitas bakar ikan hasil pancingan di api unggun.
Bagaimana cara ke Pantai Thailand?
Pantai Thailand dapat diakses sekitar satu jam dari Kota Sinabang atau 20 menit dari Pantai Alus-alus, Kecamatan Teupah Selatan. Pergi dengan roda empat maupun roda dua, menjadi pilihan bagus, jika mengambil rute dari Desa Alus-alus hingga mencapai desa terakhir, Labuhan Bakti.
Sekilas cara ke Simeulue
Simeulue ialah gugusan kepulauan di selatan Aceh. Perjalanan ke sana dapat ditempuh dari tiga jalur: darat, laut, dan udara.
Baca juga, Ini 7 Alasan Mengapa Berlibur ke Aceh akan Memberimu Pengalaman Hidup Berbeda
Dari Banda Aceh, bisa menumpangi mobil penumpang L300, mini bus (travel), mobil rental, atau sepeda motor, dengan waktu tempuh sekitar 8 jam untuk tiba di Pelabuhan Labuhan Haji, Aceh Selatan. Dari sini, harus menyeberang ke Pelabuhan Sinabang, Simeulue, yang memakan waktu sekitar 8 jam dengan kapal ferry lambat dan 3 jam dengan kapal cepat.
Perjalanan darat dari ibu kota Sumatera Utara, Medan, bisa menumpangi bus tujuan Aceh Selatan atau Singkil. Tidak terlalu jauh bila dibandingkan dengan jalur darat dari Banda Aceh ke Pelabuhan Labuhan Haji.
Dari Medan, bisa juga menaiki bus tujuan Kabupaten Singkil. Lalu menyeberang via laut ke Sinabang selama 10 jam dengan kapal feri lambat.
Opsi lain ialah menempuh jalur udara dari Banda Aceh maupun Medan, dengan pesawat Susi Air yang terbang langsung ke Bandara Lasikin, Simeulue.[]