A PHP Error was encountered

Severity: 8192

Message: Function create_function() is deprecated

Filename: controllers/Post.php

Line Number: 84

Backtrace:

File: /var/www/phinemo.com/html/apps/application/controllers/Post.php
Line: 84
Function: _error_handler

File: /var/www/phinemo.com/html/apps/application/controllers/Post.php
Line: 22
Function: autop

File: /var/www/phinemo.com/html/apps/index.php
Line: 315
Function: require_once

TRAVEL-IDEAS


Kampung Ciptagelar Lereng Gunung Halimun, Alternatif Wisata Alam di Akhir Pekan

Umu Umaedah — 12 January 2016

Rizky Pribadi Foto diambil dari blog Rizky Pribadi

Alam selalu memberikan yang terbaik ketika kita mampu merawatnya. Ini tentang mereka,
para 'pelestari padi' di lereng bukit bagian selatan Taman Nasional Gunung Halimun, Kampung Ciptagelar, Sukabumi

 

Banyak orang dan desa-desa tertingal berusaha memperbaiki diri untuk bisa berjalan beriringan bersama modernisasi. Termasuk memperbaiki segala aspek untuk mewujudkan hal tersebut.

Namun kadang hasrat yang menggebu-gebu sering membuat mereka lupa akan jati dirinya. Aturan adat yang syarat makna di kehidupan terpatahkan oleh beberapa aturan yang mereka buat sendiri sekarang, demi mencapai kepuasan diri. Namun di sudut-sudut muka bumi Indonesia, masih ada segelintir orang ataupun sekelompok umat yang masih sangat menjungjung tinggi adat dan leluhurnya. Merekalah para kasepuhan yang tinggal jauh dari keramaian dan bersahabat dengan alam. Masyarakat Ciptagelar yang hidup dan bertingkah laku sesuai dengan aturan adat dan istiadat leluhur.

Dulunya, masyarakat Kampung Ciptagelar bermukim di wilayah Ciptarasa, kemudian pada tahun 2001, semua penduduk yang berjumlah 16.000 jiwa melakukan hijrah ke desa yang sekarang dinamakan Kampung Ciptagelar. Perpindahan tersebut bukan semata-mata karena keinginan mereka, namun wangsit dari leluhur.

Bagi masyarakat Kampung Ciptagelar sebagai keturunan Sunda, memiliki simpanan gabah dari hasil panen di lumbung padi adalah harta yang sangat berharga. Ya, padi menjadi hal yang diagung-agungkan oleh masyarakat Kampung Ciptagelar dengan segala bentuk perlakuannya. Lumbung padi mereka bernama leuit, berbentuk menyerupai rumah panggung terbuat dari kayu. Leuit bisa menampung padi 500-1000 ikat padi. Ketika seorang bayi lahir, si bayi akan diberikan hadiah berupa sebuah leuit, begitu juga untuk orang yang akan menikah.

Inilah mereka yang sangat menghargai padi dan adat dari leluhur.

Padi yang mereka tanam berbeda dari padi yang berada diperjual belikan di pasar ataupun supermarket. Mereka mengambil jenis pari pare gede, padi yang hanya panen sekali dalam setahun. Namun, hasil panenan mereka sanggup menghidupi mereka selama dua tahun. Mereka adalah masyarakat mandiri terutama soal pangan. Masyarakat Kampung Ciptagelar jarang sekali mengalami gagal panen dan leuit mereka tidak pernah kosong sepanjang tahun.

Aturan melarang pada masyarakat Kampung Ciptagelar untuk tidak menjual padi beserta olahannya. Ini merupakan bentuk penghormatan mereka terhadap padi.

Para pelestari ritual padi

Foto diambil dari Rizky Pribadi Foto diambil dari blog Rizky Pribadi

Kepercayaan masyarakat Ciptagelar masih berkesinambungan dengan Hindu dan Islam. Upacara adat dan ritual-ritual masih sering mereka selenggarakan dan menjadi bagian keyakinan mereka. Padi yang mereka tanam dari awal sampai musim panen, tak pernah lepas dari serangkaian aturan adat dan ritual yang selalu dilaksanakan.

  • Penanaman padi akan didahului dengan upacara keselamatan dengan berziarah ke pemakaman leluhur, yang dinamakan ritual ngaseuk
  • Satu minggu setelah penanaman padi akan diadakan ritual meminta restu kepada sang ibu (bumi), memohon restu pada leluhur, dan sang pencipta agar padi tumbuh dengan baik, yang dinamakan ritual pare nyiram
  • Setelah kantung-kantung padi mulai berisi, ritual sawenan akan diadakan
  • Saat padi akan dipotong, ritual kepada leluhur yang disebut dengan ritual mipit pare. Tujuannya agar hasil panen melimpah
  • Nganyaran atau ngabukti, ritual selanjutnya saat padi ditumbuk dan akan di masak untuk pertama kali
  • Seren Taun, inilah puncak ritual dari alur kehidupan padi. Ritual ini menjadi ritual sebagai bentuk penghormatan pada leluhur. Dalam ritual tersebut, padi hasil panenan mereka akan diarak dan kemudian dibawa ke leuit untuk disimpan.
Foto diambil dari Rizky Pribadi Foto diambil dari blog Rizky Pribadi

Upacara tersebut akan dilaksanakan selama 5 hari. Beberapa pagelaran seni tradisional akan digelar sebagai bentuk rasa syukur mereka terhadap hasil panenan. Kampung Ciptagelar sangat terbuka kepada siapa saja dan bahkan desa ini menjadi pilihan wisata budaya yang bisa dipilih selain Kampung Cibaduy ataupun Kampung Naga.

Foto diambil dari Rizky Pribadi Foto diambil dari blog Rizky Pribadi

Ketika orang atau sekelompok orang berbangga hati akan kecanggihan teknologi yang mampu menjadi penguasa dunia, segelintir orang masih begitu percaya kepada alam bahwa ia akan memberikan yang terbaik di kehidupannya.

 

Bagikan artikel ini :