A PHP Error was encountered

Severity: 8192

Message: Function create_function() is deprecated

Filename: controllers/Post.php

Line Number: 84

Backtrace:

File: /var/www/phinemo.com/html/apps/application/controllers/Post.php
Line: 84
Function: _error_handler

File: /var/www/phinemo.com/html/apps/application/controllers/Post.php
Line: 22
Function: autop

File: /var/www/phinemo.com/html/apps/index.php
Line: 315
Function: require_once

INSPIRATION


Mengapa Solo Traveling Lebih Baik Daripada Bersama Rombongan

Shabara Wicaksono — 12 March 2015

brown-canyon-edo Foto oleh Shabara Wicaksono

Saya tak pernah melakukan perjalanan se-ekstrim Christopher dalam film Into the Wild. Membuang semuanya dan bertualang seorang diri untuk menemukan hal-hal baru di alam.

Sifat dasar manusia memang untuk berkumpul dan tak bisa jauh dari orang-orang yang disayanginya. Namun kini mulai banyak orang memberanikan diri melangkah keluar seorang diri, termasuk saya. Saya sendiri baru melakukannya beberapa minggu yang lalu di Jogja, dan berencana kembali melakukannya pada perjalanan berikutnya di Taman Nasional Baluran.

Ada beberapa alasan mengapa banyak orang, termasuk saya lebih menikmati perjalanan seorang diri;

Saya bebas melakukan apapun yang ingin saya lakukan

Saya pernah menghabiskan waktu beberapa jam hanya untuk berdebat dengan teman-teman seperjalanan mengenai akan pergi ke Baluran atau Kawah Ijen. Kami hanya memiliki waktu 1 hari di Banyuwangi.

Mereka ngotot berkunjung ke Kawah Ijen saat siang, bagi saya itu hanya buang-buang waktu. Siang hari kita tak dapat melihat semburat keindahan blue fire. Saya mengusulkan lebih baik ke Taman Nasional Baluran. Kalah jumlah, Kawah Ijenlah yang dituju, saya mengalah pada akhirnya.

Jika saya pergi seorang diri, saya bebas pergi kemanapun dan melakukan hal apapun yang saya suka, tanpa harus selalu berkompromi dengan orang lain.

Menjadi diri sendiri

Pada dasarnya, saya bukan tipe orang yang suka mengobrol sepanjang perjalanan. Pasang headset, mendengarkan musik kesayangan dan duduk memandang pemandangan dari jendela kereta.

Saya tak bisa melakukannya saat pergi bergerombol bersama 10 teman kampus ke Bromo pertengahan tahun lalu. Sepanjang jalan kami bermain uno, membuat suasana gaduh di kereta, bercerita tentang pacar masing-masing, tak ada waktu bagi saya 'menikmati' perjalanan.

Saya, penikmat keheningan dan ketenangan harus berakting menjadi seorang yang 'harus terus mengobrol' dan 'harus selalu tertawa mendengar gurauan teman.'

Dalam buku The Four Agreeements, Don Miguel Ruiz mengemukakan bahwa tingkah laku dan cara kita bertindak akan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan kita berada.

Mengenal suatu tempat dan budaya lebih mendalam

Warga lokal tak akan berani mendekat dan mengajak berbincang saat kita berkunjung beramai-ramai. Hasilnya, saya dan teman-teman sibuk dengan aktivitas kami sendiri. Tak ada interaksi mendalam dengan warga lokal. Hanya sekadar obrolan ringan dengan penjual makanan setempat, atau pertanyaan singkat warga lokal menanyakan asal kita.

Kita tak akan pernah tahu bagaimana kebiasaan-kebiasaan warga lokal, makanan khas yang asli dimasak oleh warga lokal, serta berbagai ritual lokal yang tak pernah diekspos media.

Saat seorang diri, kita nampak 'lemah' dan 'tak menakutkan'. Warga lokal tak segan mendekati kita, bahkan mungkin menawari tempat singgah dan makanan gratis.

Pengalaman saya dibeberapa perjalanan, warga lokal pun sebenarnya penasaran dengan kita, sama seperti kita yang penasaran dengan mereka.

Kebanyakan orang, memahami dan mengamati budaya sebagai orang luar. Dengan tinggal dan terlibat didalamnya, saya dapat memahami budaya mereka sebagai si pelaku budaya itu sendiri.

Saya tak sendiri

Saya tahu saya bukan satu-satunya yang melakukan hal ini, karena itulah saya tak merasa sendirian. Ada ribuan orang di seluruh dunia yang melakukannya.

Di Indonesia, ada seorang traveler bernama Sutiknyo atau populer dengan sebutan Lostpacker. Pertama saya mengetahui sepak terjangnya dari sebuah komunitas videografi bernama DSLR Cinematography Indonesia. Dia berkeliling Indonesia Timur selama 3 bulan menggunakan motor matic, dan memvideokan perjalanannya dalam sebuah film berjudul Kembara.

Dia pula salah satu traveler lokal yang menginspirasi saya berani melakukan solo traveling.

***

Pada dasarnya, saya bukan tipe orang yang suka mengurusi gaya traveling orang lain. Tiap orang memiliki caranya sendiri untuk menemukan kesenangan.

Ada saat saya ingin bepergian seorang diri, adapula saat saya menginginkan berbagi tawa bersama teman di perjalanan. Namun jika harus memilih, saya lebih menikmati bepergian seorang diri.

Bagikan artikel ini :