Pantai Appalarang, Surga Tersembunyi Pesaing Kuat Tanjung Bira, Sulawesi Selatan
Jalanan sempit dan berbatu sepanjang kurang lebih 40 kilometer menjadi teman akrab kami di perjalanan. Hanya sebagian dari jalanan ini yang dipaving dan disemen. Beruntung, hutan-hutan dengan pohon-pohon besar menjulang tinggi di kanan kiri jalan cukup menghibur -setidaknya bagi saya, entah bagi teman satu rombongan lain. Tentu karena saya tahu ada beberapa tipe orang yang lebih suka pemandangan gedung menjulang tinggi di kota daripada pohon-pohon kokoh dengan dahan yang dihinggapi burung-burung.
Appalarang benar-benar layak meyandang gelar surga tersembunyi. Tidak mudah sampai di tempat ini karena minimnya informasi petunjuk jalan. Bahkan beberapa kendaraan di depan kami nampak beberapa kali berhenti dan sering bolak-balik bertanya kepada penduduk setempat. Beruntung kami bertemu dengan pengendara motor yang kebetulan juga akan pergi ke Appalarang.
Saat itu pukul 12 siang, dimana seharusnya sinar matahari sedang terik-teriknya. Namun, kami tiba disambut cuaca mendung, sinar matahari tidak nampak sedikitpun.
Pesaing kuat Tanjung Bira
Pantai Appalarang yang terletak di Desa Ara, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan ini terbilang masih "bayi" di kancah perwisataan nasional. Dia tidak memiliki pesisir seperti halnya Tanjung Bira, yang telah lebih dulu populer. Tebing-tebing batu karang kokoh mengelilinginya. Laut biru jernih dengan gradasi kehijauan menampakkan pemandangan bagian dasarnya. Aroma laut menyeruak masuk ke rongga hidung. Angin segar bertiup. Tempat ini sangat cocok bagi para manusia modern yang ingin sejenak "kabur" dari hiruk pikuk kota.
'Mendung saja bagus begini, apalagi kalau cerah ya,' salah seorang teman mengomentari.
Pengelola Appalarang sebenarnya memiliki fasilitas snorkeling bagi para pengunjung pecinta selam, namun karena ombak yang nampak ganas hari itu, tak ada satupun pengunjung yang berani turun.
Saya dan 3 orang teman turun ke anjungan yang kayunya berderak saat kami injak. Untuk turun ke anjungan, kami melewati tangga curam bertinggi kurang lebih 7 meter.
Lautan biru, tebing-tebing karang megah menjadi sajian lengkap. Sebuah pemandangan yang saya pikir sangat layak menyebut Appalarang sebagai pesaing kuat Tanjung Bira.
Kami berempat duduk-duduk di anjungan sambil bercerita, mengobrol apapun, dari obrolan berat yang membuat dahi berkerut, hingga obrolan santai pemancing tawa, tentang kehidupan dan yang mematikan kehidupan. Cerita kami terputus saat salah seorang pengunjung lain berteriak sambil menunjuk salah satu sudut tebing.
'Lihat! ada yang mau terjun!' teriaknya.
Nampak dari jauh, di salah satu sudut tebing ada seseorang yang hendak terjun ke laut. Kami ikut berdebar menunggu aksinya. Setelah ditunggu-tunggu tak kunjung meloncat, sepertinya orang tersebut mengurungkan niatnya karena melihat ombak yang cukup besar.
Seorang teman yang pernah ke Appalarang sebelumnya, memang terkadang ada pengunjung terjun dari atas tebing dan berenang di laut. Hanya apabila saat kondisi cuaca sedang cerah dan ombak tidak begitu besar.
Keramahan Warga Lokal Appalarang
Di Appalarang ada beberapa warga lokal yang mendirikan warung-warung. Mereka menyajikan makanan ringan bagi pengunjung yang ingin melepas lelah selama berkunjung ke Appalarang.
Kami pun menuju ke salah satu warung dan memesan mi rebus. Sembari menunggu pesanan matang, saya mengobrol dengan ibu penjaga warung.
'Appalarang sejak kapan ramai begini, Bu?'
'Sudah hampir setahun ini, Mbak. Dulunya di sini masih hutan, sepi, terus waktu itu ada satu orang warga kampung sini yang menemukan tempat ini,' Ibu penjaga warung menjawab sembari menyiapkan pesanan kami.
'Namanya Pak Amiruddin Rasyid. Beliau melihat potensi wilayah ini dapat dikembangkan menjadi sebuah destinasi wisata di Bulukumba. Berbekal pengetahuan dan minatnya mengembangkan tempat ini, beliau bergotong royong dengan warga setempat memutuskan memulai membuka akses ke tempat ini. Biasanya kalau lagi cerah, anak-anak sini pada terjun dan berenang di laut,' ujar ibu itu menambahkan ceritanya.
Appalarang bisa diibaratkan sebagai Uluwatu di Bali yang masih sangat perawan. Sayangnya di sini belum ada penginapan serta sarana kamar mandi umum bagi pengunjung.
Saat menuju parkiran, tiba-tiba ada seorang pria paruh baya -yang ternyata adalah seorang warga lokal mendekat dan meminta pendapat kami tentang kesan kami setelah berkunjung ke Appalarang.
'Bagaimana Mas Mbak di Appalarang? Karena ini masih baru jadi kami masih dalam proses pengembangan, jadi mungkin masih belum nyaman.'
Saya cukup kaget dan langsung kagum dengan pria paruh baya tersebut. Dia nampak memiliki semangat untuk belajar dan mengembangkan potensi wisata di daerahnya.
'Bagus sekali, Pak! Semoga tempat ini bisa tetap dijaga kebersihannya dari ulah nakal pengunjung ya Pak.'
***
Saya yakin ke depannya Pantai Appalarang akan semakin berkembang dan menjadi salah satu destinasi wisata utama di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Satu hal yang menarik adalah potensi wisata ini ditemukan dan dikembangkan sendiri secara gotong royong oleh penduduk setempat. Salut!