A PHP Error was encountered

Severity: 8192

Message: Function create_function() is deprecated

Filename: controllers/Post.php

Line Number: 84

Backtrace:

File: /var/www/phinemo.com/html/apps/application/controllers/Post.php
Line: 84
Function: _error_handler

File: /var/www/phinemo.com/html/apps/application/controllers/Post.php
Line: 22
Function: autop

File: /var/www/phinemo.com/html/apps/index.php
Line: 315
Function: require_once

CULTURE


Potret Toleransi dalam Keberagaman Agama di Semarang

Astrid S — 21 September 2018

Hari Perdamaian Dunia jatuh pada hari ini Jumat (21/9) setelah diresolusikan sejak tahun 1981 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Hari Perdamaian terus diperingati guna terus memelihara kesadaran akan damai yang harus dipelihara demi mencapai kesejahteraan setiap umat manusia. Indonesia sebagai negara yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika pun telah menerapkan toleransi dan rasa damai dalam kehidupan sehari-hari.

Memiliki masyarakat dari beragam etnis, Semarang telah menjadi rumah yang aman untuk hidup dan terus berkembang. Tak heran, banyaknya rumah ibadah di kota Lunpia ini menggambarkan toleransi kehidupan warga Semarang dalam keberagaman.

Berikut Phinemo tampilkan kuatnya kehidupan beragama dalam denyut nadi kota Semarang yang berbeda-beda tapi tetap harmonis.

Baca Juga: Menjelajah Eksotisme Masa Lalu melalui Festival Kota Lama Semarang

Masjid Menara/Masjid Layur, Dadapsari

Toleransi-di-Semarang Sebagai agama terbesar di Semarang, umat Islam diwajibkan melakukan ibadah 5 kali sehari. Biasanya disuarakan adzan untuk meningkatkan Muslim untuk beribadah. (Foto: Phinemo/Astrid S)

 

Seorang Muslim sedang memasuki wilayah Masjid Layur, masjid tertua di Semarang. Masjid ini punya menara yang dulunya merupakan sebuah mercusuar. (Astrid S/Phinemo)

Gereja Blenduk, Tanjung Mas, Kota Lama

Toleransi-di-Semarang Umat Kristen Protestan melakukan ibadah pada saat Natal. Natal menjadi hari yang penting bagi umat Kristiani untuk dirayakan secara bersama-sama dengan keluarga. (Foto: solopos)

 

Toleransi-di-Semarang Selain sebagai tempat ibadah, Gereja Blenduk juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Banyak masyarakat tertarik dengan arsitektur ala Belanda yang terpatri dalam bangunan gereja ini. (Foto: travelingyuk)

Katedral Semarang, Randusari

Toleransi-di-Semarang Setiap pagi, umat Katolik di Semarang melakukan misa pagi di Katedral Semarang. Selama 30 menit, para umat memanjatkan doa kepada Tuhan untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari. (Astrid S/Phinemo)

 

Toleransi-di-Semarang Katedral Semarang memiliki patung salib yang ikonik. Tempat ini dapat menjadi sarana untuk berdoa dan merenung di tengah jantung kota Semarang yang sibuk. (Astrid S/Phinemo)

Pura Giri Natha, Gajahmungkur

Toleransi-di-Semarang Bunga menjadi salah satu benda yang sakral dalam ibadah Umat Hindu. Umat Hindu menggunakan bunga berwarna ungu, putih, dan kuning yang memiliki fungsi masing-masing (Foto: Astrid S/Phinemo)

 

Toleransi-di-Semarang Umat Hindu memiliki peraturan yang cukup ketat ketika memasuki Utama Mandala atau tempat inti untuk beribadah. Salah satunya adalah mengenakan selendang di pinggang dan mencuci diri sebelum masuk. (Astrid S/Phinemo)

Vihara Buddhagaya Watugong, Banyumanik

Toleransi-di-Semarang Sejumlah biksu mengikuti prosesi Pindapata atau mengumpulkan sumbangan makanan dan obat dari umat di kawasan Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya, Watugong pada perayaan Waisak. (Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO)

 

Toleransi-di-Semarang Umat memberikan makanan kepada para biksu dalam prosesi Pindapata ketika Waisak guna melatih dharma kepada umat. (Aditya Pradana/ANTARA FOTO)

Klenteng Sam Po Kong, Bongsari

Toleransi-di-Semarang Seorang umat sedang berdoa di Klenteng Kyai Juru Mudi. Di klenteng ini, terdapat makam nahkoda kapal Cheng Ho, yaitu Wang Sing Hong, yang beragama Islam. (Astrid S/Phinemo)

 

Toleransi-di-Semarang Klenteng Sam Po Kong sudah menjadi salah satu pilihan destinasi wisata di Semarang. Klenteng ini pun dibuka untuk masyarakat yang ingin belajar agama Kong Hu Chu maupun budaya Tionghoa. (Astrid S/Phinemo)
Bagikan artikel ini :