Apa Tujuanmu Traveling?
Sebenarnya, apa yang kamu cari dengan terus bepergian ke berbagai tempat?
"Hoeeeeeeeek!" entah berapa kali saya muntah.
Beginilah orang daratan yang yang tak pernah menjelajah lautan. Belum genap 1 jam meninggalkan pelabuhan dan kami sudah teronggok lemas disalah satu lorong KM Muria.
"Jadi ini rasanya mabuk laut."
Saya dan ketiga orang teman cukup beruntung memenangkan kontes di Twitter berhadiah wisata ke Karimun Jawa. Duduk lesehan di lorong kapal menjadi pilihan karena slot kursi telah habis. Sesekali kami harus menarik kaki untuk memberi jalan orang yang keluar masuk WC.
Rasa mual kembali menyeruak. Saya bergegas lari ke bagian buritan kapal. Ini sudah ketiga kalinya. Mungkin saya memang tidak cocok dengan laut. Dulu saat menuju Pantai Lovina Bali untuk berburu parade lumba-lumba, mabuk laut juga selalu setia menemani. Bedanya sekarang saya punya partner mabuk laut. Tak disangka tiga teman saya ini memiliki “hobi” yang sama, mereka juga tak kuat dengan goyang kapal ini. Namun kusebut mereka cukup beruntung karena bisa tertidur dengan kondisi seperti itu. Ya paling tidak itu dapat mengurangi perasaan mabuk laut mereka.
Kuteguk bekal minum.Aroma laut yang khas menerobos masuk. Angin laut bertiup cukup kencang. Ombak Laut Jawa nampak cukup tenang, tidak seganas ombak yang pernah saya lihat di Pantai Selatan.
Nampaknya saya mulai bisa membiasakan diri dengan goyangan kapal ini. Meski cukup terik, memandang laut juga bisa menenangkan diri layaknya memandang lautan awan dari puncak gunung. Disini memang tidak ada ratusan lumba-lumba berparade berlompatan dengan riang seperti di Teluk Kiluan, lautnya pun tak sebening lautan Raja Ampat. Namun tetap saja, pemandangan lautan ini membuatku takjub dan merenung. Pemilik kehidupan memang luar biasa. Memandang lautan yang begitu luas membuat aku semakin sadar betapa kecilnya manusia.
Masih 5 jam lagi kami baru tiba di Karimunjawa. Saya duduk bersandar ke pagar buritan kapal sambil mengeluarkan sebatang rokok. Butuh usaha cukup keras menyalakan korek di sini.
"Mungkin memang sudah tidak diridhai Tuhan untuk merokok," batin saya.
Lelah karena tak kunjung menyala, saya putuskan untuk masuk kembali ke dalam lorong kapal untuk menyalakan korek. Belum sempat beranjak, salah satu teman keluar menghampiri. Via, baru pertama kali bepergian menggunakan kapal. Terlihat wajahnya pucat.
“Aku nggak cocok jalan-jalan seperti ini,” Via duduk sebelahku.
“Apa sih yang membuat manusia-manusia macam kamu kuat bepergian ke tempat-tempat jauh?” ia memanyunkan bibir.
Via ini memang sebenarnya tidak terlalu berminat ketika saya ajak ke Karimunjawa.
Saya terdiam mendengar pertanyaannya. Saya pun tidak tahu apa alasannya. Traveling memang melelahkan, juga kadang menghabiskan uang. Namun entah kenapa, semua hal yang terjadi saat traveling menjadi candu bagi saya. Melihat tempat baru, bertemu orang baru, mendapat wawasan baru, semuanya terasa menyenangkan dan mengalir begitu saja. Jika ditanya kenapa, saya sendiri tak tahu kenapa. Tak butuh alasan khusus.
“Entah,” hanya itu yang keluar.
Via nampak akan protes. Namun saya segera berkata. “Coba kamu pejamkan mata dan rasakan suasananya. Lalu buka matamu dan lihat lautan yang luas ini”.
Via melakukan yang saya suruh.
“Apa yang kamu rasakan?”
Via menggeleng.
“Panas, aroma garam, nothing special,” Via menjabarkan perasaannya.
Saya menghela nafas. Kami kembali duduk bersebelahan. Via mengeluarkan gadgetnya, mulai bermain game favoritnya.
Kesenangan traveling bukan sesuatu yang bisa dijelaskan, namun harus dirasakan langsung. Bahkan orang yang sudah merasakannya langsung pun belum tentu memiliki perasaan yang sama akan kesenangan traveling ini. Ini bukan suatu masalah, kesenangan seperti itu bukan hal yang bisa dipaksakan.
Kami bisa menikmati perjalanan ini dengan cara kami masing-masing.