4 Keuntungan Menjadi Mahasiswa Volunteer Di Luar Negeri yang Sangat Berharga
Sejak kecil aku memiliki keinginan untuk pergi ke luar negeri dan merasakan bagaimana suasana di sana. Kesenanganku terhadap bahasa Inggris membuatku mendaftarkan diri menjadi instruktur dan memilih pendidikan bahasa Inggris sebagai sarana untuk mewujudkan cita-citaku. Aku pun terus berusaha menggali potensi yang kumiliki dengan mengikuti berbagai macam perlombaan yang diadakan di kampus. Melihat lowongan part time sebagai volunteer untuk membantu mahasiswa asing di Jogja, Aku tak melewatkan kesempatan ini. Dari pengalaman sebagai volunteer tersebut, aku mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan.
1. Berkesempatan menimba ilmu di luar negeri
Walaupun aku bekerja sebagai guru part time, ternyata tidak menghalangi kreativitasku untuk pergi ke luar negeri. Melalui artikel yang aku buat, aku mendapatkan kesempatan untuk mewakili kampus untuk pergi ke Jepang dalam acara Summer Camp bersama mahasiswa-mahasiswa lain dari berbagai negara di Asia. Berinteraksi dan bertukar pikiran dengan mahasiswa asing yang berbeda latar belakang dan negara membuat pengetahuanku menjadi bertambah luas.
Acara yang diadakan di Tokyo, Jepang selama 4 hari mempertemukanku dengan ratusan rekan-rekan dari Hongkong, India, Jepang, Korea, Filipina, Taiwan dan Thailand. Sedangkan saya mewakili peserta Indonesia bersama rekan-rekan yang berjumlah 30 orang
“Sebenarnya acaranya tuh padet banget. Tapi sama pihak panitia, dibuat supaya acara ini terlihat santai dan menyenangkan. Mungkin supaya kita bisa lebih akrab satu dengan yang lain mungkin ya!” Jelas Anya.
Ibarat mimpi yang menjadi kenyataan, kesempatan ini aku pakai sebaik mungkin untuk menunjukkan kemampuanku dalam berbahasa Inggris. Siapa tau ada yang meliriku untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
2. Bersikap terbuka dan menerima perbedaan
Sebenarnya cultureshock terjadi pada diriku. Bertemu dengan orang-orang baru yang berbeda latar belakang negara dan budaya di Summer Camp sempat membuatku bingung untuk berbaur dengan mereka. Tapi lambat laun aku mencoba berbaur dengan mereka. Ketertarikanku terhadap suatu budaya turut memudahkan saya untuk saling bertukar informasi dan bertukar sudut pandang tentang negara asal mereka.
Yang paling tak bisa dilupakan waktu acara pentas seni pada saat cultural night. Kami para peserta diwajibkan menampilkan pentas seni dari negara masing-masing. Jadi, secara tidak sadar dengan tampilnya banyak budaya dari berbagai macam negara, membuat kami termotivasi menunjukan kalau negara kita tidak kalah keren nya.
Kami pun banyak bertukar cerita tentang kebudayaan Indonesia dari hasil pentas seni tersebut. Banyak dari mereka mendengar pemaparan kita dengan antusias. Begitu juga saat mereka menjelaskan tentang kebudayaannya, kami pun mencoba mendengarkan dengan seksama.
Aku mendapatkan kesempatan bagaimana caranya memakai kimono waktu itu. Awalnya cukup sulit. Seperti memakai lipatan kain yang digulungkan ke badan. Tapi setelah aku mencoba, ternyata bisa juga jadi wanita Jepang.
3. Menghargai budaya negara sendiri
Saat itu aku masih berpikir wajar, bahwa budaya negara lain lebih menarik dibandingkan negara sendiri. Banyaknya film-film impor yang aku tonton turut mempengaruhi pikiranku. Tapi aku sadar, negeri kita dikaruniai begitu banyak kebudayaan yang mungkin tidak bisa ditandingi oleh negara manapun.
Yang paling membuatku terharu sewaktu menyanyikan lagu kebangsaan masing-masing negara. Menyanyikan Lagu Indonesia Raya di negara orang terasa beda dibanding menyanyikan lagu di negara sendiri. Rasanya seperti ingin menunjukkan bahwa kita sebagai pemuda pemudi Indonesia mampu bersaing dengan negara lain dan mengharumkan nama Indonesia di dunia Internasional.
Selain itu juga aku membantu mempromosikan batik tulis buatan Indonesia dengan membuka kelas membatik yang bekerja sama dengan pengrajin batik di daerah Jogjakarta. Aku berharap kerja sama dengan pengrajin batik, mampu memberi penghidupan secara ekonomi bagi mereka, terlebih orang yang minta diajarkan membatik berasal dari luar negeri.
Paling menarik ketika mengajarkan rekan asing mencoba membatik. Awalnya mereka kebingungan apa yang harus dilakukan, mau gambar apa, coraknya mau bagaimana. Ada juga pada saat membatik, tapi lilin nya ketebelan dan mereka jadi panik bagaimana cara menghilangkannya. Karena gambarnya jadi gagal.
Ada juga yang membatik dengan serius, jadi tak mau diganggu sama sekali. Dia mau hasil batiknya dijadikan oleh-oleh untuk keluarganya.
4. Dari teman menjadi saudara
Berawal dari pertukaran budaya yang kita lakukan, semua kecanggungan dari teman-teman yang berbeda asal dan negara perlahan hilang. Aku yang bertugas sebagai volunteer mencoba membantu mereka untuk cepat beradaptasi di sini.
Saat mereka datang, tak semua bisa bahasa Indonesia. Kadang menjelaskan pada mereka menggunakan bahasa Inggris sedikit-sedikit.
Ketika ngobrol dengan mereka dan ada bahasa atau kosakata yang salah, kami semua tertawa ngakak. Tapi dari situ, kita bisa dekat dengan mereka. Buat kami para volunteer, perbedaan budaya dan bahasa tidak jadi masalah. Justru membuat kita jadi tahu kebudayaan mereka dan bisa menjadi alat untuk mempererat pertemanan kita dengan mereka.
Waktu itu ada seorang teman dari Myanmar, Namanya Saw John. Dia bercerita bahwa di kamar kosnya banyak “munyuk”(munyuk dalam bahasa Jawa berarti monyet). Aku dan teman-teman kebingungan. “Kok bisa di kosan mu banyak munyuk, Rinko? Emang mereka masuk darimana?” tanyaku.
Dengan mencoba berbahasa Indonesia perlahan-lahan, Saw John coba menjelaskan. “Wah.. Aku enggak tahu. Banyak sekali munyuk di kamar. Padahal sudah aku semprot pakai baygon.” Kami semua tertawa keras. Kami baru paham ternyata munyuk yang ia maksud adalah nyamuk!
Selain itu pengalaman yang menarik lainnya dengan rekan-rekanku yang bernama Anastasia Pustylnyk dan Valeria Rumiantseva yang berasal dari Ukraina.
“Anya, bolehkah kami merasakan Natal bersama keluargamu di Bandung? Kami ingin merasakan Natal bersama keluarga, karena kami rindu dengan suasana Natal bersama keluarga kami di Ukraina.” tanya dua perempuan dari Kiev, Ukraina.
Jujur, aku sempat takut apabila mereka merasa tidak nyaman tinggal bersama keluarga besarku. Tapi semua itu salah besar, keluargaku menerima mereka dengan hangat layaknya anggota keluarga sendiri dan teman-temanku sangat senang atas sambutan yang diberikan oleh keluargaku.
Memang tidak bisa aku bayangkan sebelumnya. Mempunyai teman yang berasal dari negara yang berbeda dan jauh dari keluarganya dapat dengan mudah berbaur dengan keluargaku dan menganggap keluargaku seperti keluarganya sendiri.