Tips Menjelajah Pulau Alor, NTT Dalam 3 Hari 2 Malam
Deru baling-baling pesawat Transnusa ATR-42 600 membelah langit melintasi perairan Nusa Tenggara Timur. Hari masih pagi ketika saya terbengong di jendela pesawat di ketinggian 32.000 kaki diatas permukaan laut. Masih tidak percaya rasanya, mimpi apa saya ini, akhirnya bisa kesampaian main ke Pulau Alor NTT.
Meskipun hanya 3 hari 2 malam berada di Alor, namun itu menjadi pengalaman yang sangat berkesan karena saya menemukan “dunia baru”, dunia yang jauh berbeda dengan keseharian sebagai seorang pekerja kantoran. Mulai dari dunia bawah airnya, budaya masyarakatnya hingga bentang alamnya yang memukau. So, kalau kamu ingin liburan ke pulau Alor juga, ada baiknya simak beberapa tips berikut ini.
Sebelum kesana, pastikan kamu datang di saat yang tepat
Nggak lucu kalau sudah jauh-jauh pergi ke sebuah destinasi ternyata cuacanya sedang tidak bersahabat. Begitu pula dengan Alor, NTT. Menurut warga sekitar, waktu yang pas untuk menikmati Pulau Alor adalah antara bulan Maret-November, selain karena cuaca di darat sedang bagus, kondisi arus di perairan Selat Pantar juga memungkinkan untuk diselami. Mengapa tidak bisa diselami setiap saat? Karena pada waktu-waktu tertentu di sekitar perairan Pulau Alor Kecil ada fenomena arus dingin, yaitu arus bawah laut dari selatan Samudera Hindia mengalir ke khatulistiwa sehingga menyebabkan ikan-ikan “mabuk” & mengambang ke permukaan. Fenomena ini terjadi di bulan Oktober s/d Februari.
Transportasi menuju Alor
Bagi saya, traveling ke Alor ini lebih melelahkan dibanding ketika harus menempuh long haul flight ke Dubai, Qatar dulu. Mengapa? Karena harus transit berganti-ganti pesawat. Penerbangan dari Jakarta/Bandung/Semarang/Yogya harus transit dulu di Surabaya atau Denpasar, ganti pesawat, lanjut ke Kupang. Jika timing-nya kurang pas, menunggu lagi penerbangan lanjutan ke Alor. Belum lagi jika delay. Jadi benar-benar harus prepare for the worst. Itu baru jalur udara. Mau menempuh jalur laut dengan kapal PELNI juga bisa kok. Naik saja dari Pelabuhan Bolok, Kupang. Pelayaran menuju Kalabahi Alor bisa ditempuh sekitar 17-18 jam.
Pilih akomodasi yang nyaman
Alor sudah relatif maju. Jalan raya sudah aspal mulus dan ada cukup banyak pilihan akomodasi di Alor. Ada Hotel Pelangi Indah di pusat Kota Kalabahi, atau jika kamu ingin menyepi menginaplah di La Petite’ Kepa, sebuah eco resorts di Pulau Alor Kecil. Namun ketika saya kesana, saya memilih menginap di homestay milik Om Kris yang lokasinya tak begitu jauh dari Dermaga Kalabahi. Suasana hangat penuh kehangatan bisa dirasakan disini. Kamar-kamar menyatu dengan halaman pemilik rumah. Momen paling istimewa adalah ketika makan malam dengan menu khas Alor hasil masakan istri Om Kris yang lezat.
Makan apa di Alor?
Alor termasuk surga bagi pecinta seafood. Kebanyakan sajiannya serba ikan. Selama 3 hari saya disajikan berbagai menu masakan khas Alor, diantaranya aneka ikan bakar, sup cakalang kuah kuning yang disajikan dengan perkedel ikan. Luar biasa nikmat! Tak kalah lezatnya juga perpaduan antara nasi putih hangat yang masih mengepul, sayur jantung pisang bumbu pedas dengan lauk ikan tuna goreng. Indera pengecap ini bergoyang ke kanan ke kiri sembari tiada henti mengucap syukur atas nikmat duniawi karunia Tuhan.
Snorkeling & Diving
'Guys, kita sudah sampai di dive spot pertama, Coconut Groove!' seru Donovan, sang operator sekaligus instruktur dari Dive Alor Dive dengan logat bule yang masih kentara. Mata kami disuguhi hamparan laut dengan gradasi warna biru muda, tosca dan biru tua. Spot ini dinamakan Coconut Groove karena terletak tak begitu jauh dari sebuah pantai dengan deretan Alor terkenal dengan surga bawah lautnya. Ada banyak titik selam di sekitar Selat Pantar ini, dikenal dengan Baruna’s Dive Sites. Kalau beruntung, di bulan-bulan tertentu ada migrasi paus, orca dan mola-mola. Wow!
'Terus, kalau yang belum punya diving license gimana dong?'
Sebenarnya, snorkeling saja sudah cukup puas menikmati keindahan bawah permukaan laut Alor. Selain karena ekosistem lautnya masih terjaga, visibility disini juga bagus. Ketika saya snorkeling di beberapa titik selam di Alor saat itu, rata-rata visibility-nya sampai 25 meter. Sangat jernih.
Main ke kampung adat
Ada beberapa kampung adat di Alor. Salah satunya kampung adat Takpala yang masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang turun temurun dari zaman nenek moyangnya dulu. Tidak hanya bentuk rumah dan ritualnya saja yang masih dipertahankan, tapi juga cara berpakaian sehari-hari mereka masih mengenakan baju adat dari kain tenun yang ditenun sendiri oleh para wanita. Kebiasaan mengunyah sirih pinang juga menjadi bagian dari aktifitas sehari-hari. Nah, jika ingin berkunjung kesini namun belum ada kendaraan pribadi, bisa dengan carter angkutan kota dari Kalabahi.
Mingle with the locals, main ke pasar!
Kesan mendalam yang saya rasakan mengenai bumi Nusa Tenggara adalah senyuman orang-orangnya. Meskipun sekilas raut wajahnya terkesan garang khas Indonesia timur, tetapi ketahuilah, mereka termasuk orang-orang teramah yang pernah saya temui. Murah senyum dan tidak pelit untuk berbagi informasi. Coba saja tanya arah jalan, atau minta rekomendasi tempat yang harus dikunjungi, rata-rata dari mereka akan dengan senang hati membantu kita. Ibaratnya, meskipun jalan sendirian di NTT, nggak akan tersesat deh!
Begitu pula dengan di Alor, saya sempat blusukan ke Pasar Kadelang mencari madu hutan dan kain tenun ikat. Ngobrol panjang lebar, akhirnya saya malah diberi harga yang sangat miring oleh mama-mama penjual kain. Bagaimana triknya agar dapat harga miring? Terapkan konsep “mingle with the locals”. Kita datang ke pasar bukan sebagai turis yang hanya akan membeli oleh-oleh lalu pulang tapi posisikan diri kita sebagai teman atau saudara bagi para pedagang itu. Berkenalan, bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing sambil sesekali minta diajarkan cara membuat tenun misalnya. Mencoba sambil ikut makan sirih pinang bersama mereka juga cukup bagus. Pada akhirnya barulah membeli kain tenunnya. Dengan pendekatan humanis, terkadang kita malah mendapatkan pelajaran-pelajaran tentang kehidupan dari sosok yang kita temui, tentunya selain harga yang biasanya menjadi lebih murah.
Belanja oleh-oleh
Kain tenun, madu, kenari, kue rambut dan jagung titi adalah beberapa komoditas yang sering dijadikan oleh-oleh sepulang dari Alor. Begitu pula saya yang sampai rela memangku sebuah jerigen besar berisi madu hutan selama penerbangan pulang yang super lama dari Alor-Kupang-Surabaya-Jogja. Itu benar-benar perjuangan! Bagaimana tidak, mau tidak mau jerigen madu tersebut harus rutin dibuka-tutup karena jika tidak, tekanan udara di dalam bisa meletup-letup.
***
Bagaimana? Semakin ingin main ke Alor? Sama! Saya juga ingin kesana lagi. Saran saya, kalau kesini jangan cuma sebentar. Minimal 5 hari kalau mau puas. Kalau uangnya masih belum cukup? Ya nabung lagi saja dulu. Percayalah, meski agak repot untuk kesini, tapi semua itu akan terbayar lunas dengan sejuta pesona yang dimiliki Alor. Tapi ingat, kalau melaut jangan nyampah ya!
Take only photos & leave only bubbles!